09.22

Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama

Hubungan Antara Filsafat, Ilmu, dan Agama
Oleh Munasir, S.Pd.

Prolog: penulisan artikel ini tidak menggunakan daftar referensi karena artikel ini dibuat sesuai perintah dosen yang menghendaki kata-kata sendiri (dari penulis). Mudah-mudahan bermanfaat.
Dalam kehidupan manusia ada tiga pendekatan untuk menghampiri dan menemukan kebenaran. Ketiga pendekatan itu adalah filsafat, ilmu, dan agama. Terdapat hubungan yang erat antara ketiga sumber kebenaran ini, walaupun masing-masing berbeda dalam metodologinya (nilai epistemology), hakikatnya (nilai ontology) dan manfaat serta kegunaannya (nilai aksiologi).
Filsafat merupakan hasil dari pemikiran manusia yang radikal, tajam, dan menukik terhadap setiap persoalan. Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata, sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat relatif atau nisbi. Ilmu merupakan hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah melalui tahap pengujian, pembuktian, dan penyesuaian degan fakta yang terjadi. Kebenarannya diperoleh melalui pandangan manusia terhadap realita, sehingga kebenarannta bersifat empiris dan masih relative atau nisbi. Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu (agama samawi) yang bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak atau hakiki.
Permasalahan akan muncul jika antara perkembangan filsafat, ilmu, dan agama terdapat kesenjangan dan ketimpangan dalam praktek kehidupan manusia. Di bawah ini penulis akan mencoba mengurai akibat yang akan terjadi bila antara filsafat, ilmu, dan agama tidak berjalan seirama dan seimbang:
1. Bila Filsafat maju (kuat), sedangkan Ilmu dan agama mundur (lemah)
Sebagaimana kita ketahui bahwa filsafat merupakan produk dari proses pemikiran mendalam akal manusia yang tak mengenal batas. Dengan akal, manusia bisa memikirkan apapun yang terjadi, baik keadaan dirinya atau di luar dirinya. Namun, bagaimanapun juga akal harus mengakui kelemahannya, karena ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dijangkaunya. Seperti halnya akal tidak bisa memikirkan cara berterima kasih terhadap Tuhan.
Jika manusia hanya mengandalkan akal dalam mencari kebenaran dan menjawab semua persoalan dirinya, maka manusia tersebut akan menjadi orang-orang yang mendewakan akal. Kaum ini dikenal dengan kaum idealis. Yaitu kaum yang meyakini bahwa kebenaran hanya datang dari penerimaan akal (logis) dan menolak yang tidak sesuai dengan akal (tidak logis). Kemudian akibat lainnya, manusia tidak akan pernah maju dalam aspek sains terlebih teknologi. Sehingga, yang ada hanyalah manusia-manusia yang gemar berpikir tanpa mau membuktikan hasil pemikirannya ‘benar atau salah’. Lebih jauh lagi jika ini terjadi pada suatu bangsa, maka dapat dipastikan bahwa bangsa ini akan mengalami penjajahan teknologi oleh pihak yang berkepentingan serta menjadi bangsa yang tidak mengenal baik Rabb-nya.
2. Bila Ilmu maju (kuat) sedangkan filsafat dan agama lemah.
Sekarang bagaimana kalau di dalam suatu bangsa, manusianya sangat gemar terhadap ilmu, sementara filsafat dan agama tidak diperhatikan bahkan diacuhkan. Ilmu merupakan hasil dari pengkajian dan pembuktian terhadap peomena-penomena yang ada. Jika manusia sangat mengutamakan ilmu dan mengesampingkan filsafat serta agama, maka bangsa itu cepat atau lambat akan hancur. Kenapa demikian? Jawabnya sederhana, karena ilmu itu netral, tergantung yang mengendalikannya. Tentunya pemegang penuh ilmu pengetahuan adalah manusia itu sendiri. Jika manusia yang mengendalikan ilmu itu tidak bermoral, maka tidak diragukan lagi ilmu pun akan digunakan untuk kejahatan dan untuk memenuhi segala keinginannya. Sementara itu yang mengatur hidup manusia dalam bermoral adalah filsafat (etika) dan agama.
Kemudian akibat dari lemahnya filsafat akan menyebabkan tidak adanya inovasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dapat kita pahami, ilmu sebenarnya berawal dari proses filsafat. Sehingga filsafat dikenal dengan the mather of science (ibu segala ilmu). Begitu juga dengan sifat ilmu yang kebenarannya bersifat relatif dengan menggunakan penelitian dan alat penelitian yang masih memiliki kelemahan. Beberapa alat pengamat itu adalah mata salah satunya, dan mata dapat tertipu, seperti pada kasus tombak saat dimasukkan ke air. Tongkat terlihat seakan bengkok, padahal itu hanya proses bias saja.
3. Agama kuat, sedangkan Filsafat dan Ilmu lemah
Agama merupakan petunjuk dari Tuhan bagi kehidupan manusia. Dengan agama manusia tidak akan tersesat dan terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang benar-benar menjalankan agama akan menjadi orang yang memiliki budi pekerti luhur dan akhlak yang mulia. Dia akan mampu berakhlak baik terhadap Tuhan, sesama manusia, binatang, dan lingkungan sekitar. Bangsa yang memiliki keagamaan yang kuat akan menjadi bangsa yang damai. Namun, jika hanya agama yang diperdalam sementara filsafat dan ilmu diacuhkan, hal ini akan mengakibatkan adanya ketertinggalan bahkan mungkin keterasingan dari pergaulan dunia. Bahkan tidak akan mampu menyelesaikan berbagai perkara atau persoalan masa kini yang tidak disebutkan dalam kitab petunjuk agama. Sehingga kemungkinan besar akan banyak masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan.
4. Filsafat, Ilmu, dan Agama Lemah
Inilah kondisi terburuk suatu bangsa dimana filsafat, ilmu, dan agama tidak menjadi pegangan utama manusia sebagai pembimbing dan pencari kebenaran. Manusia yang lemah dalam hal filsafat, ilmu, dan agama akan mudah dibohongi oleh orang lain. Dalam cakupan bangsa tentunya akan menjadi sasaran empuk para penjajah. Dengan kata lain secara perlahan akan menemui kehancuran disebabkan kebodohan mereka, keburukan perangai, dan ketumpuan pikiran
5. Filsafat, Ilmu, dan Agama Kuat
Kontradiksi dengan sebelumnya dan ini merupakan nilai ideal yang harus dimiliki oleh manusia. Jika ketiganya kuat, maka kondisi suatu bangsa akan mencapai puncak kesejahteraan. Bangsa yang berbudi luhur, taat beragama, maju ipteknya, dan benar cara berpikirnya akan membuat bangsa-bangsa lain mengacungkan jempol. Dengan agama manusia bisa menjadi muttaqin dan berbudi pekerti luhur, dengan filsafat manusia akan selalu mencari pemecahan masalah-masalah dan menyediakan inovasi-inovasi, sedangkan dengan ilmu manusia jadi semakin mudah dalam menghadapi perkembangan zaman ini.

0 komentar: