19.42

Makalah Teori Sembilan Intruksional Gagne

Teori Pembelajaran Gagne

Menurut Gagne ada empat komponen penting dalam proses pembelajaran, yaitu 1). Fase-fase pembelajaran, 2).Hirarki hasil belajar, 3). Kondisi atau tipe pembelajaran, 4). Kejadian-kejadian instruksional.
1. Fase-fase Pembelajaran
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: (a) receiving the stimulus situation (apprehending), (b) stage of acquisition, (c) storage, (d) retrieval.
Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (e) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (f) fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (g) Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (h) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

2. Hirarki Hasil Belajar
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
Verbal Information (informasi verbal),
Invormasi verbal adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
Iformasi verbal meliputi :
Cap Verbal : Kata yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan pada obyek-obyek yang dihadapi, misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentu
Data/fakta : Kenyataa yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui khatulistiwa
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadahi, sehingga dapat dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupannya sehari-hari dan tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Misalnya, ibu rumah tangga memiliki seperangkat pengetahuan tentang mengurus kerumahatanggaan, seorang hakim memiliki pengetahuan tentang memimpin sidang. Makin luas pengetahuan seseorang tentang bidang studi yang menjadi spesialisasinya, makin besar kemungkinan dia berkembang menjadi seorang ahli dalam bidang tersebut
Intellectual skills (keterampilan intelektual).
Keterampilan intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya.
Keterampilan intelek bisa dijelaskan sebagai sesuatu yang mencakup "struktur pendidikan formal yang bersifat dasar pada waktu yang sama bersifat paling luas jangkauannya.
Akan tetapi, tidak seperti halnya informasi berupa fakta, ketrapilan intelektual tidak dapat dipelajari hanya dengan mendengarkannya atau melihatnya. Beda pokok antara informasi dan ketrampilan intelek ialah beda antara mengetahui bahwa dan mengetahui bagaimana. Siswa belajar bagaimana menjumlahkan bilangan bulat, bagaimana membuat agar kata kerja cocok dengan pokok kalimat dan ketrampilan-ketrampilan lain yang tidak terbilang banyaknya. Kategori kemahiran intelektual terbagi atas empat subkemampuan, yaitu :
a. Diskriminasi Jamak
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Contoh; Menyebutkan merk mobil-mobil yang lewat di jalan.
b. Konsep
Suatu arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
c. Kaidah
Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu keteraturan

d. Prinsip
Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari berbagai kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks.

Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperloleh aturan-aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep konkret ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3. Cognitive strategies (strategi kognitif)
Strategi Kognitif merupakan sustu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Kapabilitas ini mempengaruhi siasat si belajar dalam mencari dan menemukan kembali hal-hal yang disimpan dan dalam mengorganisasi respons-responsnya.
Tidak seperti halnya informasi verbal dan ketrampilan intelek, yang ada kaitannya langsung dengan isi, obyek siasat kognitif ialah proses berfikir pelajar sendiri.
Ciri yang penting yang lain siasat kognitif ialah bahwa tidak seperti halnya ketrampilan intelek, siasat itu tidak terpengaruh secara kritis oleh pelaksanaan pembelajaran, menit demi menit. Kebalikannya, siasat kognitif itu terbentuk dalam jangka waktu yang nisbi lama. Ketrampilan siasat kognitif sampai derajat tertentu dapat di kembangkan menjadi lebih baik dengan pendidikan formal, dan orang menjadi pelajar dengan belajar sendiri dan pemikir yang mandiri.
Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efesien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.
Contoh; prakarsa OSIS akan siselelnggarakan malam kesenian. Sekelompok orang diberi tugas mencari dana tambahan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. Panitia pencri dana ini akan mengadakan rapat untuk menentukan bagaimana cara bagaimana dana tambahan itu dapat dicari. Dengan demikian kelompok siswa itu mengatur dan mengarahkan kegiatan kognitifnya sendiri dalam menghadapai problem pencarian dana.
4. Motor Skills (keterampilan motorik)
Ialah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. Termasuk disini ialah ketrampilan-ketrampilan sederhana yang dipelajari orang pada awal usianya, seperti memakai baju dan mengeluarkan suara tutur yang disampaikan. Ditahun-tahun permulaan sekolah, ketrampilan motor yang paling penting, misalnya menulis huruf-huruf dan mengambar lambang-lambang, bermain lompat tali, mengatur keseimbangan badan ketika bermain jalan di palang. Di kemudian hari ketrampilan gerak meliputi contoh belajar mengusai ketrampilan-ketrampialan yang berpisah-pisah dalam kegiatan seperti bermain tennis, bola basket dan olah raga lainnya.
Ciri umum dari semua ketrampilan ini adalah adanya persyaratan untuk mengembangkan kemulusan bertindak, presisi dan pengaturan waktu. Untuk perbuatan orang yang baru bisa dan ahli berbeda dalam hal cirri-ciri itu.
Sifat istimewa dari ketrampilan motorik ialah bahwa ketrampilan ini bisa bertambah sempurna melalui praktek atau dilatihkan. Syaratnya ialah pengulangan-pengulangan gerak dasar disertai balikan dari lingkungan. Dengan cara ini si belajar mengenal pengisyarat kinestetik yang memberi tanda-tanda isyarat untuk membedakan performansi yang tidak tepat dari yang tidak mengandung kesalahan.
5. Attitude (sikap-sikap)
Ialah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang diambil, akan tetapi ciri-ciri yang penting adalah bahwa sikap tidak menentukan apa tindakan khusus tertentu yang akan diambil. Alih-alih, sikap hanya menentukan lebih kurang adanya kemungkinan suatu kelas tindakan tertentu akan dilakukan. Misalnya, siswa mengembangkan sikap baca buku atau pembuatan benda-benda seni. Belajar memperoleh sikap didasarkan atas informasi tentang tindakan-tindakan apa yang mungkin dilakukan dan apa akibatanya.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolah suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek dinilai ”baik untuk saya” di mempunyai sikap positif, bila obyek dinilai ”jelek untuk saya” dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar dsi sekolah sebagai sesuatu yang bermanfaat baginya, memiliki sikap yang posifif terhadap belajar di sekolah, dan sebaliknya kalau siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna.
3. Kondisi atau Tipe Pembelajaran
Ada delapan kondisi atau tipe pembelajaran:
1. Signal learning (belajar isyarat)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
2. Stimulus-response learning (belajar melalui stimulus-respon)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3. Chaining (rantai atau rangkaian)
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4. Verbal association (asosiasi verbal)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepeda motor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
6. Concept learning (belajar konsep)
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7. Rule learning (belajar aturan)
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
8. Problem solving (memecahkan masalah)
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
4. Peristiwa-peristiwa Pembelajaran
Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” atau Sembilan kondisi intruksional yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Gain attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
2. Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal.
3. Stimulate recall of prior learning (merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4. Present the content (menyajikan stimulus)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
5. Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar
6. Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7. Provide feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8. Assess performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
9. Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain
Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya, Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya


0 komentar: